Powered By Blogger

Saturday 30 June 2018

KASUS KORUPSI: DHANA WIDYATMIKA


MATA KULIAH
ETIKA DAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
Kasus Tindak Pidana Korupsi: Dhana Widyatmika



Hasil gambar untuk logo pkn stan




Kelompok 5:
1.      Amalia Rahmah             (04 / 2-51)
2.      Ari Hatanti                     (06 / 2-51)
3.      Marlika Firmanda B       (22 / 2-51)
4.      Nurazis Ruvi K              (26 / 2-51)
5.      Vial Aldi                         (36 / 2-51)
6.      Vidha Kusuma P            (37 / 2-51)

Politeknik Keuangan Negara STAN
2017-2018


1.         BAB 1

        PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang

Korupsi dari bahasa latin: corruption dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, atau menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.1 Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya.2
Tindak Pidana Korupsi di Indonesia telah berkembang dalam 3 (tiga) tahap, yaitu elitis, endemic, dan sistematik: pada tahap elitis, korupsi masih menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan para elit/pejabat. Pada tahap endemic, korupsi mewabah mengjakau lapisan masyarakat luas. Lalu ditahap yang kritis, ketika korupsi menjadi sistemik, setiap individu di dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa. Penyakit korupsi di Indonesia ini telah sampai pada tahap sistematik. Perbuatan tindak pidana merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary-crimes). Dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa (extra-ordinary enforcement).3
 

1 http://id.wikipedia.org/wiki/korupsi. 17/03/2018. 13:02
2 Evi Hartanti, 2007, Tindak Pidana Korupsi, edisi kedua, sinar grafika, Jakarta, hlm. 9
3 e-journal.uajy.ac.id/175/2/1HK09701.pdf 17/03/2018. 13:04

Saat ini Indonesia sedang dihadapkan dengan masalah serius dan merupakan persoalan hukum di setiap negara di dunia, yaitu tindak pidana korupsi. Menurut transparency.org (23/2/2018) Indonesia adalah negara paling korup yang menduduki peringkat ke-37 se-Asia Pasifik dan peringkat ke-96 sedunia.4 Keseriusan pemerintah dalam menanggulangi tindak pidana korupsi yaitu dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Akhir-akhir ini korupsi telah mewabah mulai dari kalangan lembaga pemerintahan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan juga terjadi pada penegak hukum. Pada tahun 2012, sebutan The Next Gayus Tambunan telah hadir di setiap telinga masyarakat Indonesia. Ia adalah Dhana Widyatmika, seorang mantan PNS Ditjen Pajak, yang menjadi tersangka kasus korupsi dan telah ditetapkan bersalah oleh kejaksaan agung.
Dhana merupakan PNS golongan III/c dengan pangkat penata. Mantan pegawai DJP ini dituntut hukuman 12 tahun penjara untuk tiga perbuatan pidana oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung. Selain hukuman penjara, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga menjatuhi hukuman untuk membayar denda Rp 1 miliar dan subsider kurungan enam bulan. 
Dhana terbukti melakukan tiga perbuatan pidana. Pertama, tindak pidana korupsi dengan menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp 2,75 miliar. Kedua, ia terbukti melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar. Ketiga, ia terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Dhana menerima sejumlah uang dari tindak pidana korupsi yang selanjutnya secara bertahap ia transaksikan dengan maksud untuk menyembunyikan asal-usul hartanya. 
                                                                                                    
4 transparency.org 23/2/2018 pukul 13.54


1.2.       Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
a.         Bagaimana konstruksi kasus tindak pidana yang dilakukan oleh Dhana Widyatmika?
b.        Modus apa yang digunakan Dhana Widyatmika dalam menjalankan aksinya?
c.         Masalah apa saja yang dilanggar oleh Dhana Widyatmika?
d.        Bagaimana ancaman dan hukuman yang diberikan kepada Dhana Widyatmika?
e.         Apa saja solusi yang tepat untuk menghindari kasus korupsi terjadi lagi?

1.3.       Tujuan Makalah

Tujuan penulis dalam membuat makalah ini adalah sebagai berikut.
a.    Menjelaskan dan mengetahui konstruksi kasus tindak pidana yang dilakukan oleh Dhana Widyatmika.
b.      Menjelaskan modus yang digunakan Dhana Widyatmika dalam menjalankan aksinya.
c.   Menjelaskan masalah-masalah yang dilanggar oleh Dhana Widyatmika, siapa saja yang terlibat, dan kapan kejadian-kejadian tersebut terjadi.
d.      Menjelaskan ancaman dan hukuman yang diberikan kepada Dhana Widyatmika.
e.       Menguraikan solusi yang tepat agar korupsi tidak lagi terjadi.

2.         BAB 2

        PEMBAHASAN

2.1.       Konstruksi Kasus Korupsi Dhana

Menurut Pasal 1 UU Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,  pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pada pengertian di atas dapat ditarik sebuah pernyataan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang jika diartikan secara realistis bahwasanya pajak itu merupakan kewajiban yang tidak bisa dihindari oleh siapapun yang menurut UU secara subjektif mampu membayar pajak. Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJB) sebagai pioneer terdepan dalam penerimaan perpajakan diharapkan mampu memungut pajak secara adil dan bijaksana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam dunia perpajakan, prinsip dasar dari Pemerintah/Negara/DJP adalah untuk memungut pajak sebesar-besarnya dari wajib pajak sehingga penerimaan negara tercapai dan pembangunan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Di lain sisi, prinsip dasar di dalam dunia bisnis adalah untuk membayar pajak sekecil-kecilnya dengan menggunakan berbagai cara, baik yang legal yaitu Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) ataupun dengan cara illegal yang disebut Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Pajak berperan sebagai pengurang laba dari suatu perusahaan, sedangkan perusahaan sudah tentu memiliki keinginan untuk meraup laba sebesar-besarnya. Kedua cara di atas memiliki perbedaan yang jika diuraikan sebagai berikut.
Menurut Arnold dan Mcintyre (1995), Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) merupakan upaya penghindaran atau penghematan pajak yang masih dalam kerangka memenuhi ketentuan perundangan (lawful fashion). Sehingga tidak menimbulkan konsekuensi apapun.
Adapun pengertian penggelapan/ penyelundupan pajak (Tax Evasion) menurut Ernest R. Mortenson dalam bukunya Perpajakan Konsep Teori dan Isu adalah usaha yang tidak dapat dibenarkan berkenaan dengan kegiatan wajib pajak untuk lari atau menghindarkan diri dari pengenaan pajak.
Kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh hal-hal seperti di atas, setiap perusahaan pasti menempuh banyak cara untuk membayar pajak sekecil-kecilnya dimulai dari tax management, tax planning, tax implementation, dan tax control. Tindak pidana korupsi yang dilakukan pegawai pajak merupakan akibat dari salah satu bentuk tindak penggelapan pajak oleh perusahaan. Di Indonesia, khususnya di Kementerian Keuangan, meskipun telah dilakukan berbagai macam bentuk reformasi birokrasi dan peningkatan kesejahteraan pegawai, masih tetap saja ditemukan berbagai bentuk tindak korupsi.
Menurut Black Law’s Dictionary dan worldbank.org dalam tulisannya “Legal Corruption” Korupsi memiliki pengertian sebagai berikut: “Corruption is a form of dishonest or unethical conduct by a person entrusted with a position of authority, often to acquire personal benefit. Corruption may include many activities including bribery and embezzlement, though it may also involve practices that are legal in many countries.”
Dalam pengertian tersebut dikatakan bahwa korupsi dapat berbentuk penyuapan (bribery) dan penggelapan (embezzlement), hal tersebut biasa kita temukan di dalam suatu kasus tindak pidana korupsi oleh pegawai DJP. Setiap kasus yang ditemukan di lingkungan DJP adalah kasus terkait penghapusan pajak dengan suap-menyuap. Setiap orang pasti akan tergoda dengan nominal tertentu yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dan perusahaan pun akan untung dengan tidak membayar pajak yang jauh lebih besar nominalnya. Kondisi sama-sama untung inilah yang menyebabkan maraknya tindak korupsi di DJP. Pemerintah sudah berupaya sebaik mungkin untuk menghapuskan korupsi yang hingga sekarang exist dan terjadi di mana-mana, tapi tetap saja semua kembali ke setiap individunya, upaya terbaik yang dapat dilakukan adalah pembinaan yang tepat dan penanaman nilai-nilai nasionalis dan normatif yang mampu membangun manusia berintegritas.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, kami sebagai penulis akan membahas secara mendetail salah satu tindak pidana korupsi dengan nilai fenomenal yang dilakukan oleh Dhana Widyatmika yang merupakan seorang pegawai DJP.

2.2.       Modus Korupsi Dhana Widyatmika

Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan (wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Mengingat pajak adalah beban –yang akan mengurangi laba bersih perusahaan- maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari. Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku.
Pemerintahan dinilai terlalu menyederhanakan kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus HP Tambunan. Akibatnya, pengungkapan kasusnya tidak tuntas dan penegakan hukumnya juga tidak maksimal. Oleh sebab itu, tak heran jika di saat kasus Gayus masih ditangani, muncul lagi kasus Dhana Widyatmika. Dhana adalah PNS di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, yang punya uang puluhan miliar di rekeningnya. membiarkan mafia pajak terus merajalela sudah melahirkan kesimpulan bahwa pemerintahan ini tidak serius memberantas korupsi.
Pencurian pajak dalam jumlah miliaran rupiah tidak mungkin berani dilakukan seorang petugas eselon rendah seperti Dhana. Tak mungkin pula atasannya tidak tahu penggelapan nilai pajak yang dilakukan bawahannya itu. Jadi, memang ada oknum pemerintah yang diuntungkan dari pembiaran terhadap eksistensi mafia pajak. Maka itu masih banyak lagi oknum-oknum yang terlibat dalam kasus-kasus penggelapan pajak lainnya yang masih belum terungkapkan.
Dalam kasus Dhana, lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara tahun 1996 ini menggunakan jaringan Gayus Halomoan Tambunan. Dhana dan Gayus diduga saling mengenal dalam penanganan kasus pajak PT Surya Alam Tunggal, perusahaan perikanan di Sidoarjo, Jawa Timur, medio 2007. Di sana, Dhana menjadi penghubung PT SAT ke Gayus yang merupakan penelaah keberatan dan banding.
Dhana juga kenal dengan atasan Gayus, Bambang Heru Ismiarso. Si bos juga pernah menjadi membawahi Dhana waktu keduanya bertugas di Kantor Pelayanan Pajak Tanah Abang.
Kata penyidik, jejaring Dhana ke Gayus semakin kuat setelah istrinya, Dian Anggraeni, masuk pada 2008 ke direktorat yang sama dengan Gayus. Jabatan Dian di golongan III-C lebih tinggi daripada Gayus yang hanya golongan III-A.

2.3.       Masalah yang Dilanggar oleh Dhana

Masalah yang dilanggar oleh Dhana Widyatmika adalah sebagai berikut. Pertama, pada tanggal 11 Januari 2006 Dhana menerima hadiah atau janji karena kekuasaannya terkait dengan kasus penyelesaian pajak kurang bayar PT Mutiara Virgo tahun pajak 2003 dan tahun pajak 2004 berupa uang sejumlah Rp3,4 miliar dari Herly Isdiharsono yang ditransfer ke rekening Bank Mandiri. Penerimaan tersebut terkait dengan pengurangan kewajiban membayar pajak PT Mutiara Virgo yang hanya membayar Rp30 miliar dari nilai Rp128 miliar yang seharusnya. Sebanyak  Rp 1,4 miliar dari uang yang di terima digunakan untuk membeli rumah atas nama Herly Isdiharsono, sedangkan sisanya, digunakan untuk kepentingan pribadi. Menurut jaksa, penerimaan uang 3,4 miliar itu berkaitan dengan penerimaan melawan hukum, yaitu mengurangi kewajiban pajak PT Mutiara Virgo.
Kemudian, sebanyak Rp1,4 miliar dari uang tersebut digunakan Dhana untuk membayar rumah atas nama Herly Isdiharsono. Sedangkan sisanya, Rp2 miliar, dipakai untuk kepentingan pribadi Dhana. Adapun Herly ikut ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar Rp30 miliar dari nilai Rp128 miliar yang seharusnya. Adapun total uang yang dikucurkan PT Mutiara Virgo melalui direkturnya, Jhonny Basuki, ke para pegawai pajak tersebut mencapai Rp20,8 miliar. Kejaksaan Agung pun menetapkan Jhonny sebagai tersangka kasus ini.
Kemudian, pada 10 Oktober 2007, Dhana kembali menerima uang gratifikasi senilai Rp750 juta dari pencairan cek perjalanan di Bank Mandiri Cabang Nindya Karya.
Kedua, Dhana terbukti melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara senilai Rp1,2 miliar. Dhana terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.
Menurut tim JPU Kejaksaan Agung, Dhana bersama-sama dengan Salman Magfiron sengaja menggunakan data eksternal sebagai dasar perhitungan pajak PT Kornet Trans Utama, sehingga pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut menjadi lebih tinggi. Dhana dan Salman pun mengadakan pertemuan dengan Direktur PT Kornet Trans Utama, Lee Jung Ho atau Mr Leo, yang intinya menawarkan bantuan untuk mengurangi nilai pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut dengan meminta imbalan Rp 1 miliar. Namun, permintaan imbalan tersebut diacuhkan PT Kornet. Perusahaan itu kemudian mengajukan keberatan melalui Pengadilan Pajak yang hasilnya memenangkan PT Kornet. Atas kemenangan perusahaan tersebut, Dhana dianggap merugikan negara Rp 1,2 miliar.
Ketiga, terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Menurut jaksa, Dhana menerima uang dari tindak pidana korupsi yang selanjutnya secara bertahap ditransaksikan dengan maksud untuk menyembunyikan asal-usul hartanya. Hal tersebut, kata Jaksa, dilakukan Dhana dengan sejumlah cara.
Cara pertama, dengan transaksi perbankan secara bertahap. Dhana memasukkan uang yang dimilikinya ke berbagai rekening, di antaranya, Bank CIMB Niaga Cabang Jakarta sekitar Rp4 miliar, Bank HSBC Cabang Jakarta Kelapa Gading sekitar Rp2,6 miliar, Bank Standard Chartered sekitar 271.000 dollar AS, Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol Rp474.000, CIMB Niaga Jakarta Sudirman sebesar Rp 54 juta dan Rp30.000 dollar AS, kemudian Bank BCA Cabang Kalimalang sekitar Rp4,1 miliar.
Cara kedua, dengan membelanjakan uang yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi tersebut untuk membeli logam mulia seberat 1100 gram yang kemudian disimpan dalam safe deposite box Bank Mandiri Cabang Mandiri Plaza, Jakarta.
Cara ketiga, membelanjakan uangnya untuk membeli tanah dan properti. Keempat, menyembunyikan uang dalam beberapa mata uang asing. Kelima, membeli barang-barang berharga. Keenam, membeli kendaraan bermotor uang disembunyikan dengan cara seolah-olah sebagai barang dagangan PT Mitra Modern Mobilindo88, menginvestasikan hartanya pada bidang properti.

2.4.       Ancaman dan Hukuman yang Dijatuhkan kepada Dhana

2.4.1.      Ancaman yang Diberikan

a.       Kasus Gratifikasi

Dhana Widyatmika menerima gratifikasi sebesar Rp2,75 miliar.  Atas kasus ini Dhana diancam dengan dakwaan primer hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).  Ancaman tersebut sesuai Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 
Selain itu Dhana juga menerima dakwaan subside yaitu pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sesuai Pasal 11 pada UU yang sama.
b.      Kasus Korupsi
Dhana terbukti melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara senilai Rp1,2 miliar. Dalam kasus ini Dhana dijatuhi dakwaan primer memuat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Subsider, memuat Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
c.    Kasus Pencucian Uang
Dhana juga terbukti melakukan pencucian uang dan dikenakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2.4.2.      Hukuman yang Dijatuhkan

Atas seluruh dakwaan tersebut Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan bagi Dhana Widyatmika. Putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan vonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Tidak puas dengan putusan hakim tersebut, Dhana mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Namun, PT memberikan putusan dengan memperberat hukumannya, dari tujuh tahun menjadi menjadi sepuluh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan penjara. Putusan PT tersebut masih lebih rendah dari tuntutan jaksa sebelumnya.
Masih belum puas dengan putusan banding, Dhana mengajukan kasasi. Putusan kasasi tersebut membuat hukuman yang diterima Dhana diperberat menjadi 13 tahun penjara atau setahun di atas tuntutan jaksa penuntut.
Atas vonis itu, Dhana mengajukan PK. Di pengujung 2016, MA mengabulkan permohonan PK tersebut. vonis PK itu membatalkan putusan kasasi dan mengembalikan kepada putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Majelis PK meyakini Pasal 2 UU Tipikor tidak terbukti.  Vonis PK itu diketuk palu pada 15 Desember 2016.        
Akhirnya atas seluruh perbuatannya Dhana menerima hukuman sepuluh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan penjara.

2.5.       Solusi untuk Menyelesaikan Kasus Korupsi di Indonesia

Setelah menjelaskan kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Dhana Widyatmika, ada beberapa solusi yang dapat digunakan sebagai upaya tindakan preventif agar kasus serupa tidak terulang lagi.
1.    Mewajibkan sertifikat pelatihan antikorupsi untuk syarat mencari kerja
Ini adalah salah satu peran pemerintah dalam menciptakan program untuk mencegah korupsi yang mungkin dapat diterapkan pemerintah Indonesia. Pemerintah dapat mewajibkan seluruh perusahaan atau usaha-usaha di Indonesia baik swasta maupun nonswasta untuk menambahkan sertifikat pelatihan antikorupsi pada syarat wajib administrasi dalam melamar pekerjaan. Pelatihan ini tidak hanya sekedar pelatihan atau pembekalan biasa namun pelatihan yang bernuansa nasionalis dan religius, bisa dengan mendatangkan pemuka agama. Sehingga peserta tidak hanya paham tentang pendidikan antikorupsi namun jika terisi kerohaniannya untuk membentengi diri.
2.    Membiasakan hidup sederhana dan produktif, jangan menjadi boros dan serakah dalam hal konsumtif
Hidup mewah adalah salah satu keinginan manusia. Tapi keinginan ini sebagian besar lebih banyak membawa ketidakbaikan pada manusia. Karena keinginan tersebut tidak ada ujungnya sehingga membuat manusia tidak pernah puas. Akibatnya setiap ada kesempatan untuk mengisi hasrat kemewahan pasti orang tersebut akan korupsi.
3.        Memberi solusi positif pada teman dekat atau teman satu kerja di saat keadaan keuangannya mendesak dan merahasiakan cara korupsi yang aman padanya jika menemukan alur korupsi tersebut
Beri solusi positif saat teman kerja selalu mengeluh dengan kecilnya gaji. Arahkan ia dengan solusi yang baik seperti membuka usaha. Jangan menganggap korupsi adalah hal sepele dan sudah menjadi kebiasaan karena akan berlanjut sampai ke level tak terhingga.
4.        Jadilah pemimpin yang selalu memberi
Jangan menjadi pemimpin yang pelit karena akan menjurus ke sifat serakah yang cenderung korupsi karena ingin memperkaya diri sendiri.
5.        Jangan ciptakan rasa malu pada mereka yang kehidupannya di bawah rata-rata. Hargai materinya meskipun terlihat sederhana. Di saat telah mati-matian bekerja secara jujur namun kehidupan tetap tidak berubah maka pujian pantas kita berikan atas perjuangannya. Jangan meredahkan atau mengejek dan tidak ingin berteman dengan orang yang mungkin kurang berada. Karena jika melakukan demikian orang akan berpikir licik untuk mendapat harta secara cepat agar dapat lepas dari rasa malu. Jalan korupsi atau sogokan dapat mempengaruhinya.
6.        Jangan banyak permintaan kepada suami atau kepada yang mencari nafkah
Hal tersebut sering menjadi faktor terbesar kasus korupsi karena suami selalu diprotes oleh istri sehingga suami terdorong untuk korupsi agar membahagiakan istri.
7.        Harus tega terhadap kolusi dan nepotisme
Seperti kata orang-orang, jika tidak ada kolusi dan nepotisme maka korupsi tidak akan terjadi. Maka jadilah pemimpin yang bijak dan profesional pada saat memegang kekuasaan. Tegas dan tidak pandang bulu. Dengan melihat ketegasan tersebut, orang-orang yang ingin melakukan kolusi dan nepotisme terhadap diri kita akan berpikir seribu kali sebelum beraksi.
8.        Menciptakan LSM resmi
Kita tahu salah satu yang membuat masyarakat berat untuk melaporkan praktik korupsi adalah persidangan. Menjadi pelapor tidak hanya sekedar melapor, setelah itu menyerahkan kasusnya kepada pihak yang berwajib lalu bisa pergi begitu saja. Tidak segampang melaporkan anak yang ketahuan mencuri kepada orang tuanya. Masyarakat sedikit takut jika tersangka korupsi yang dilaporkannya memiliki kekuasaan dan menuntut banding kepada pelapor atas pencemaran nama baik. Sedangkan masyarakat tidak memiliki apa-apa untuk membela diri kecuali mulut yang berucap dan mata yang melihat. Hal inilah yang membuat masyarakat menjadi enggan, malas bahkan cuek terhadap praktik korupsi di sekelilingnya. Dengan adanya LSM yang sah, maka dapat membantu pelapor khususnya pelapor yang hanya masyarakat biasa. Tentunya LSM yang sah memiliki pengacara dan kuat melawan secara hukum. Sekurang-kurangnya LSM mampu membongkar, menuntut, dan mendesak penguasa yang terkesan melindungi para pelaku korupsi.
9.        Jangan tinggalkan rasa syukur saat mendapatkan rezeki halal, karena melimpahnya uang haram dari hasil korupsi tidak akan membuat kaya sampai tujuh generasi. Hilangnya rasa syukur akan membuat kita gelisah saat rezeki yang diberikan terasa pas-pasan. Rasa gelisah ini akan mendorong ide-ide untuk mendapatkan uang lebih banyak lagi.
10.    Mendidik anak untuk terbiasa jujur
Menanamkan pendidikan sejak dini perlu dilakukan karena pada usia anak-anak pelajaran mudah diserap dan diingat sehingga bisa menimbulkan kebiasaan baik saat dewasa.
11.    Selalu mengingat resiko, bahwa hukuman Tuhan tidak hanya terjadi di akhirat tetapi juga di kehidupan nyata
Jika tidak takut dengan dosa, kita juga harus ingat Tuhan bisa mengingatkan dengan cara apapun. Lewat bencana misalnya.
12.    Mengajak orang-orang di lingkungan sekitar untuk melakukan pembayaran atau transaksi nontunai
Pemerintah dan lembaga keuangan telah menerapkan sistem transaksi nontunai. Meskipun di Indonesia belum sepenuhnya merata dalam bertransaksi nontunai namun cara ini bisa diterapkan oleh pihak pemerintah khususnya di bagian lembaga keuangan. Dengan begitu, setiap tranksaksi yang dilakukan akan tercatat dan terlihat jelas, khususnya transaksi dalam jumlah besar. Ini salah satu bentuk transparansi yang perlu dikenalkan kepada masyarakat.
13.    Tingkatkan keimanan
Walaupun terletak di poin terakhir, tapi hal ini adalah yang terpenting. Jika tidak ada iman, maka sebelas hal pencegah korupsi di atas tidak akan berjalan. Meningkatkan iman tidak hanya selalu mengerjakan perintah yang wajib. Tapi juga memperbanyak mengerjakan amalan sunnah dan memperluas wawasan keagamaan dengan menghadiri tabligh akbar, pengajian, majelis ta’lim, atau majelis ilmu (bagi yang muslim). Buat yang nonmuslim perbanyak bergaul dan berdiskusi dengan pemuka agama. Dengan mengerjakan itu semua secara rutin, hati yang sudah biasa ditutup oleh dunia hitam maka perlahan-lahan akan terbuka untuk melakukan kebaikan. Rasa ingin meningkatkan iman dan selalu haus melakukan kebaikan itu akan muncul di hati. Jika telah muncul, perbuatan jahat pun tidak akan mampu mempengaruhi hati, termasuk korupsi.

3.         BAB 3

      PENUTUP

3.1.       Kesimpulan

Korupsi adalah kasus yang paling banyak menyita perhatian masyarakat seluruh dunia. Indonesia pun menjadi salah satu negara paling korup di dunia. Salah satunya adalah kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh seorang mantan pegawai pajak di Direktorat Jenderal Pajak, Dhana Widyatmika, yang telah merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. Uang yang seharusnya menjadi pendapatan negara yang akan digunakan dalam rangka pembangunan nasional malah disalahgunakan oleh seorang alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Hal tersebut dilakukan karena beberapa faktor seperti, kurangnya tingkat keimanan, pola hidup yang konsumtif, dorongan dari keluarga atau beberapa pihak yang terkait, dan tentunya kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak pernah puas. Tetapi hal tersebut dapat dicegah dengan menguatkan pondasi keimanan dan selalu bersyukur atas apa yang telah diperoleh.

3.2.       Saran

Beberapa upaya yang dapat kita lakukan untuk mencegah korupsi antara lain, dengan mewajibkan sertifikat pelatihan antikorupsi untuk syarat mencari kerja, dengan membiasakan hidup sederhana dan produktif, jangan menjadi boros dan serakah dalam hal konsumtif, berilah solusi pada teman dekat atau teman satu kerja di saat keadaan keuangannya mendesak dan merahasiakan cara korupsi yang aman padanya jika menemukan alur korupsi tersebut, jadilah pemimpin yang suka memberi, jangan pelit, jangan ciptakan rasa malu pada mereka yang kehidupannya di bawah rata-rata, hargai materinya meskipun terlihat sederhana, sebagai istri jangan banyak permintaan kepada suami, harus tega terhadap kolusi dan nepotisme, menciptakan LSM resmi untuk membantu masyarakat dalam proses pelaporan tindak pidana korupsi, selalu bersyukur, mendidik anak untuk terbiasa jujur, selalu mengingat bahwa hukuman Tuhan tidak hanya terjadi di akhirat tetapi juga di dunia, menggunakan pembayaran nontunai, dan yang terpenting adalah meningkatkan dan memperkuat iman.
Titik-titik lemah di unit-unit pajak harus diperkuat pengawasannya dan karena itu remunerasi harus mampu mengukur berapa peningkatan moralitas dan produktifitas pegawai pajak. Jika hal itu dijalankan dengan baik maka di masa depan kasus seperti ini tidak akan terjadi lagi karena dengan terbangunnya sistem pengawasan itu dapat dideteksi gejala penyimpangan dari awal (early warning system).


4.         DAFTAR PUSTAKA

 

Hartanti, Evi. 2007. Tindak Pidana Korupsi. Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.
e-journal.uajy.ac.id/175/2/1HK09701.pdf 17/03/2018. 13:04
transparency.org 23/2/2018 pukul 13.54
https://akuindonesiana.wordpress.com/2012/03/07/dhana-widyatmika-punya-13-rekening-yang-tidak-dilaporkan-dan-modus-korupsi-yang-sama-dengan-bahasyim-assifie/