Batik cap kombinasi tulis motif parang
truntum hasil kreasi
pengrajin dari Bantul Yogyakarta. Bahan katun
gradasi
warna merah dan hijau.
|
Truntum selingan peksi merak
|
Jarik Truntum
Podo Karet
|
Jarik Truntum Motif Garuda
|
Kain Jarik Batik Motif Wahyu Tumurun
|
Batik motif Truntum
1. Sejarah Batik Motif
Truntum
Menurut
ceritera sejarah, proses penciptaan motif truntum diciptakan
oleh Kanjeng Ratu Beruk, anak dari seorang abdi dalem bernama Mbok Wirareja. Kanjeng Ratu Beruk
atau Kanjeng
Ratu Kencana ini adalah isteri dari Paku Buwono III (bertahta dari 1749–1788 M)
tetapi berstatus garwa ampil (selir), bukan permaisuri kerajaan. Persoalan
status ini menjadikan Kanjeng Ratu Beruk selalu gundah. Ia mendamba jadi
permaisuri kerajaan, sebuah status yang begitu dihormati dan dipuja orang
sejagad keraton. Tetapi lebih dari semua itu, Kanjeng Ratu Beruk ingin selalu
berada di samping sang raja agar malam-malam sunyi tidak ia lewati sendirian.
Menurut
cerita, sang Ratu yang selama ini dicintai dan dimanja oleh Raja, merasa
dilupakan oleh Raja yang telah mempunyai kekasih baru. Pada suatu malam, perhatian Kanjeng Ratu Beruk tertuju
pada indahnya bunga tanjung yang jatuh berguguran di halaman keraton yang
berpasir pantai. Seketika itu juga ia mencanting motif truntum dengan latar ireng (hitam). Hal tersebut merupakan refleksi dari sebuah harapan.
Walaupun langit malam tiada bulan, masih ada bintang sebagai penerang. Selalu
ada kemudahan di setiap kesulitan, sekecil apa pun kesempatan, ia tetap bernama
kesempatan.
Ketekunan Ratu
dalam membatik menarik perhatian Raja yang kemudian mulai mendekati Ratu untuk
melihat pembatikannya. Sejak
itu Raja selalu memantau perkembangan pembatikan Sang Ratu, sedikit demi
sedikit kasih sayang Raja terhadap Ratu tumbuh kembali. Berkat motif ini cinta
raja bersemi kembali atau tum-tum kembali, sehingga motif ini diberi nama Truntum,
sebagai lambang cinta Raja yang
bersemi kembali.
2. Arti Kata Tuntrum
Truntum berarti
timbul kembali yang berkaitan dengan kata katresnan atau cinta kasih suami
isteri. Maknanya bahwa kehidupan manis tidak terlepas dari dua hal yaitu
bungah-susah (senang-susah), padhang-peteng (terang-gelap), kaya-miskin dan
seterusnya.
Motif truntum
menggambarkan bunga dilihat dari depan terletak pada bidang berbentuk segi
empat. Truntum berasal dari teruntum – tuntum (bahasa Jawa) artinya tumbuh
lagi. Taruntum memiliki arti senantiasa tumbuh, bersemi, semarak lagi. Pola
batik truntum menggambarkan sebuah rangkaian bunga-bunga kecil berserta
sari-sarinya ibaratnya bunga melati gambir yang sedang mekar berkembang berbau
harum semerbak dengan semaraknya di taman. Suatu pengharapan bagi si pemakai
motif ini, agar di dalam hidup berkeluarga hendaknya selalu terjadi hubungan
yang harmonis, penuh kasih sayang, baik kehidupan suami isteri, hubungan antara
anak dengan orang tua dalam keluarga sendiri, maupun meluas ke keluarga orang
lain dan masyarakat luas.
3. Penggunaan Batik Trentum
Motif truntum
dikenakan pada saat upacara midodareni dan panggih dipakai oleh kedua orang tua
pengantin saat menikahkan anaknya dengan harapan jangan sampai terjadi
perselisihan antara ibu dan bapak dalam niat menjodohkan anaknya. Selain itu,
harapannya adalah agar cinta kasih yang tumbuh berkembang (tumaruntum) ini akan
menghinggapi kedua mempelai. Terkandung makna “ing ngarsa sung tuladha”,
orang tua sudah lulus dari ujian cinta kasih, hingga layak dan wajib menuntun
kedua mempelai memasuki kehidupan baru. Orang tua mempelai berharap agar cinta
kasih yang tumaruntum tersebut akan tumurun kepada mempelai kebanggaannya,
perwujudan sikap “tut wuri handayani”. Sebuah rangkaian
keteladanan dan doa pengharapan tersimbulkan melalui motif truntum.
Pada malam
midodareni, sekarang ini calon pengantin wanita juga mengenakan kain Truntum.
Motif kain yang mengandung makna filosofis bahwa si calon siap untuk
dituntun oleh kedua orang tuanya, dan secara umum oleh tujuh sesepuh yang juga
telah memandikannya untuk menjejakkan kaki dalam menyongsong kehidupannya yang
mendatang.
Salah satu
makna yang juga tersirat dalam motif Truntum adalah agar calon
mempelai dapat mengikuti norma dan nilai dalam kehidupannya. Dan dengan
mengikuti dan menjalankan norma dan nilai kehidupan yang ada maka si
calon pengantin akan dengan mudah dan ringan menjalani kehidupannya.
Pada awalnya
motif Truntum hanya dikenakan oleh orang tua si mempelai wanita. Tetapi
dalam perkembangan perbatikan motif Truntum ini juga dikenakan oleh si calon
mempelai wanita itu sendiri.
Motif truntum juga mengandung makna tumbuh dan berkembang.
Demikianlah, orang Jawa selalu mendambakan bagi setiap keluarga baru supaya
segera mempunyai keturunan yang akan dapat menggantikan generasi sebelumnya. Generasi baru itulah yang akan
menjadi tumpuan setiap keluarga baru yang baru menikah untuk meneruskan segala
harapan dan cita-cita keluarga sekaligus sebagai generasi penerus secara biologis yang mewarisi sifat-sifat keturunan dari sebuah
keluarga baru.
4. Filosofi Jarik Batik Motif Truntum
Sesungguhnya
warna hitam yang dimaksudkan merupakan suatu warna biru yang sangat tua.
Sehingga tampak seperti hitam. Suatu warna yang seringkali memberikan gambaran
yang negative.
Tetapi dalam
dunia perbatikan orang mengambil segi positif dari yang biasanya bermakna
negative. Jadi warna hitam dalam batik melambangkan antara lain suatu
kewibawaan, keberanian, kekuatan, ketenangan, percaya diri dan dominasi.
Jadi bila seseorang
mengenakan motif batik tertentu itu bukan saja berarti bahwa yang bersangkutan
hanya ingin memperlihatkan betapa indahnya motif batikannya tetapi juga
sekaligus ingin dan dapat memperlihatkan fungsi dan kedudukannya dalam
masyarakat yang berlaku. Juga melalui motif batik yang dikenakannya akan
tersirat harapan dan makna ungkapan perasaannya. Dan dengan mengenakan motif
tertentu si pemakai juga ingin menyampaikan pesan, karena motif-motif tersebut
tidak terlepas dari pandangan hidup pembuatnya/ pemakainya.
Juga dari pemilihan pemberian
nama tentang nama motif batik sangat berkaitan erat dengan suatu harapan dan
tujuan hidup dari pembuatnya.
Sumber: