PKL: Satu Bulan, Penuh Makna
Halo, perkenalkan namaku Tanti. Aku adalah seorang
mahasiswi tingkat akhir di Politeknik Keuangan Negara STAN. Untuk bisa lulus
dari pendidikan di sini, ada salah satu syarat yang harus aku penuhi, yaitu
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) selama satu bulan di instansi keuangan
di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Penentuan tempat pelaksanaan PKL berada di tangan
lembaga. Aku di tempatkan di salah satu Kantor Pelayanan Pajak Pratama di ibu
kota negara. Yups, di Jakarta. Itu berarti aku harus berpisah lagi dengan
keluarga. Merantau lagi. Mencari kos baru. Dan tentunya memindahkan barang-barang
dari kos lama ke kos baru.
Dengan melihat indeks prestasi semester satuku, aku
optimis akan di tempatkan di homebase.
Aku sudah membayangkan setiap pagi aku sarapan di rumah dengan menyantap
masakan ibu dan juga membawa bekal untuk makan siang. Aku akan selalu mencium
tangan kedua orang tua sebelum berangkat ke kantor dengan motor kesayanganku.
Kemudian setiap pulang dari kantor, ibu sudah menyambutku dengan segelas teh
hangat di ruang tamu. Enak rasanya kalau tempat PKL bisa dijangkau dari rumah.
Lebih hemat tentunya. Tidak perlu memikirkan pengeluaran dan meminta uang ke
orang tua.
Sebut saja kami dengan julukan Pancagati. Dalam
istilah Jawa berarti lima perempuan. Kami menyewa kos di satu tempat yang tidak
jauh dari kantor. Berjalan kaki kurang lebih lima menit. Bisa menghemat tenaga
dan ongkos transportasi. Dekat dengan perumahan warga. Ada pasar. Banyak warung
makan yang pastinya harga untuk satu kali makan terbilang normal. Nasi uduk,
orek tempe, mie, ditambah satu telur hanya delapan ribu rupiah. Sudah cukup
untuk mengisi perut di pagi hari.
PKL MINGGU
PERTAMA
Hari pertama, kami berangkat pukul tujuh kurang
seperempat. Karena tiga orang di antara kami harus menemui Mas Adhan, pelaksana
Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
PKL kami. Mereka harus mendaftarkan sidik jari di aplikasi finger print. Satu kemajuan buat aku dan teman-teman, setiap datang
dan pulang kantor tidak perlu melihat jam dan tanda tangan secara manual. Dalam
benak hatiku, “Yes, kantorku ga gaptek.”
Kembalilah kami duduk di ruang tunggu yang berada di
lantai lima. Menunggu Mas Adhan datang dari meja kerjanya. Sembari menunggu,
aku menatap setiap sudut ruangan. Rapi. Bersih. Wangi. Ada poster tentang anti
korupsi. Ada pamflet tentang gratifikasi. Oh ya, aku ingat, Mas Adhan pernah
bercerita kalau kantor ini sedang mengikuti kompetisi Zona Integritas Menuju
Wilayah Bebas dari Korupsi yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Lagi lagi Mas Adhan menyambut kami dengan rekahan
senyum yang ramah. Satu pelajaran yang dapat aku ambil. Senyum itu indah.
Senyum itu ibadah. Senyum adalah tanda awal ketulusan hati yang lebih berharga
dari sebuah hadiah. Dengan tersenyum, kita bisa menghadirkan energi positif
bagi diri sendiri dan orang lain. Menenangkan perasaan. Menyejukkan dan
menentramkan hati. Karena itu. Mari kita mengawali semua aktivitas dengan senyuman
dan doa. “Jangan pelit untuk tersenyum ya Tanti,” ucapku lirih dalam hati.
Mas Adhan mengajak kami untuk keliling ke semua unit
kerja yang ada di kantor. “Gedung ini milik dua kantor. Kantor kita dan kantor
sebelah,” jelas Mas Adhan singkat.
Kami diajak terlebih dahulu untuk berkeliling di
lantai lima. Di lantai ini ada tiga unit kerja, yaitu Subbagian Umum dan
Kepatuhan Internal (SUKI), Seksi Pengolahan Data dan Informsi (PDI), dan Seksi
Ekstensifikasi. Ruang Kepala Kantor dan Sekretariat juga berada di lantai yang
sama. Kami memberi salam dan memperkenalan diri satu per satu kepada para
pegawai. Mereka sangat ramah. Bisa dilihat dari raut wajah dan nada bicara. Mereka
terlihat sangat senang dengan keberadaan kami di sini. “Alhamdulillah,” ucapku
lega.
Kami melanjutkan perkenalan ke lantai enam. Tiba di
lantai enam, kami disambut dengan senyuman yang ramah dan ucapan selamat pagi
dari Pak Satpam. Di lantai ini ada Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, II, III,
dan IV, Seksi Penagihan, Seksi Pemeriksaan, dan Jabatan Fungsional.
Lantai terakhir yang kami kunjungi adalah lantai satu.
Di lantai ini ada satu unit keja saja, yaitu Seksi Pelayanan. Di dalam ruangan,
ada tempat penyimpanan berkas-berkas yang tersusun sangat rapi dan besih.
Selain itu, di lantai ini juga terdapat Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), dan helpdesk.
Minggu pertama, aku ditugaskan di Seksi Pengawasan dan
Konsultasi IV (Wakson IV). Bertemu dengan Pak Baiq, salah satu Account Representative (AR) di seksi
ini. Pak Baiq banyak bercerita tentang pengalamannya, entah itu tentang
sekolah, penempatan, karir, sampai dengan keluarga. Aku tertarik menyimak kata
demi kata. Sesekali Pak Baiq melontarkan leluconnya. Awal yang menarik bagiku.
Seru!
Pak Baiq senantiasa mengajari aku satu per satu tugas
yang aku jalankan. Mulai dari mengagendakan surat ke dalam aplikasi, mengantar
surat, mengarsipkan berkas-berkas, mengangkat telepon, dan banyak lagi. Setiap
kali aku menemui kesulitan, aku tanyakan kepada beliau. Beliau sangat sabar
menjawab setiap pertanyaanku.
Sesekali aku punya waktu luang. Karena memang kantor
di sini relatif tidak ramai dikarenakan wajib pajaknya merupakan bendahara
pemerintah. Dalam mengisi waktu luang, aku sempatkan untuk meminjam buku di
perpustakaan kantor dan membacanya di bilik ruanganku. Oh iya, aku punya satu
bilik ruangan sendiri, dihadapanku ada komputer, printer, dan boxfile tempat menyimpan berkas yang sudah
tersusun rapi.
Oh iya, Pak Baiq pernah mengajak aku untuk ikut
menjadi suporter lomba ping-pong di KPP Madya. Dengan senang hati aku menerima tawaran
dari Pak Baiq. Kapan lagi bisa jadi suporter untuk kantor tercinta. Di sana pun
aku bisa lebih mengenal nama-nama para pegawai. Bergabung bersama mereka,
bernyanyi, berfoto, dan akhirnya kantorku memenangkan lomba. Yeay!
PKL MINGGU
KEDUA
Hari itu hari Senin. Setelah men-scan jari di lantai satu, kami bergegas naik ke lantai lima.
Menunggu Mas Adhan. Dengan harapan kami dipindahtugaskan ke seksi lain. Bukan
berarti kami tidak betah di seksi sebelumnya, tetapi kami ingin mendapatkan
pengalaman yang berbeda. Teman-teman bercerita, hampir setiap hari mereka
disuguhkan dengan banyak makanan di meja yang dibawa oleh para pegawai. Ada
makanan berat, ada pula makanan ringan. Aku juga sesekali diajak mencicipi
makanan di sana. Bisa-bisa bikin tumbuh ke samping, kata temanku.
Mas Adhan datang.
“Tanti, minggu ini kamu di seksi PDI ya,” kata mas
Adhan mengawali pembicaraan.
“Baik mas,” jawabku dengan nada gembira.
Aku di PDI menggantikan Sari. Kebetulan aku dan Sari
hanya bertukar seksi. Sekarang aku di seksi PDI, dia di seksi Waskon IV. Sari
mengenalkanku dengan Pak Sakti, kepala seksi PDI. Selain itu, aku juga
berkenalan dengan empat pelaksana lainnya, ada Pak Irin, Mas Dauf, Mas Cacan,
dan Astri. Aku panggil Astri dengan sebutan nama karena ternyata dia lebih muda
daripada aku. Dia pun memintaku untuk memanggilnya tanpa tambahan “mbak”.
Baiklah.
Sebelum aku mengantar Sari ke seksi Wakson IV, aku
memintanya untuk mengajari cara merekam SPT Masa PPN ke dalam Sistem Informasi Direktorat
Jenderal Pajak (SIDJP). Sari baik. Cara menjelaskannya bikin cepat nyantol. Butuh waktu beberapa menit saja
untuk menjelaskannya.
Kami berdua menuju lantai enam. Aku pamitan dan Sari
perkenalan. Aku memperkenalkan Sari kepada para pegawai di seksi Waskon IV,
termasuk juga kepada Pak Baiq.
“Kalau ada kesulitan, tanya aku lewat WA ya. Kalau aku
ga bisa, kamu tanya aja ke Pak Baiq. Beliau itu sabar banget. Pasti kamu
diajarin. Jangan takut,” ucapku lirih ke Sari.
Aku pun kembali ke bilik ruangan baruku. Disambut
dengan tumpukan SPT yang belum selesai direkam. Aku ambil satu berkas SPT. Aku
rekam semua apa yang ada di SPT ke dalam aplikasi. Aplikasi ini hanya bisa diakses
menggunakan akun pegawai, salah satunya Astri. Tanpa aku meminta terlebih
dahulu, Astri menyodorkan satu lembar sticky
note berwarna hijau yang berisi
nama akun dan kata sandi. “Terimakasih Astri,” ucapku sembari tersenyum.
Hati-hati sekali aku merekamnya. Karena semua
informasi yang ada dalam SPT, terlebih nominal rupiahnya, bukan hal yang sepele.
Salah sedikit berakibat fatal, batinku. Aku jadi tahu, merekam SPT butuh
kesabaran, ketelitian, dan kecermatan. Terlebih untuk SPT yang transaksinya
mencapai ratusan. Aku pernah merekam satu SPT dengan hampir tujuh ratus transaksi
PPN di dalamnya, lengkap dengan nama dan NPWP rekanan, nomor dan tanggal faktur
pajak, DPP, PPN, tanggal bayar, serta tanggal setor PPN.
Selama lima hari kerja di PDI, aku merasa ada
kemajuan. Yang dulunya mengetik satu per satu untuk menghindari kesalahan, kini
jari-jemariku mulai terbiasa untuk mengetik lebih cepat dan tepat. Jari-jariku menari di papan ketik,
mataku membaca setiap informasi dalam SPT sekaligus menjadi korektor di layar
komputer. Sehingga aku bisa mengerjakannya lebih efektif dan efisien. Multitasking memang.
--Lomba Tujuh Belasan--
Hari Jumat, aku dan teman-teman berangkat mengenakan
kostum yang berbeda. Pakaian olahraga lengkap dengan sepatunya hehe. Karena hari itu akan ada banyak
perlombaan dalam rangka memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia. Pesertanya terdiri
dari pegawai di kantor kami dan juga
kantor sebelah.
Ada satu hal yang dapat aku pelajari. Yaitu poin
ketiga dari nilai-nilai kementerian keuangan. Sinergi. Aku melihat bahwa seluruh
pegawai di kantorku sangat kompak. Semuanya akrab satu sama lain. Seperti tidak
ada celah yang membatasinya. Bahkan tidak hanya terjadi antar sesama pegawai.
Tetapi juga terhadap para cleaning
servive dan satpam. Mereka mampu
memperlakukan semua orang dengan baik dan tidak diskriminatif.
Meskipun ada dua kantor dalam satu gedung, aku melihat
para pegawai tetap kompak, rukun, peduli, dan satu jiwa. Yups, karena dua
kantor ini sama-sama berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Pajak. Tidak
ada perbedaan di antara kita. Dari sini aku juga belajar. Sinergi, tidak hanya
membangun kerja sama internal yang baik, tetapi juga kerja sama eksternal yang
harmonis. Sehingga para pegawai DJP bisa
menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas.
Sebelum perlombaan dimulai, ada parade yang diikuti oleh semua pegawai dari
kedua kantor. Kami mengelilingi lantai tujuh. Oh iya, lantai tujuh ini
digunakan bersama antara kantorku dengan kantor sebelah. Biasanya untuk
acara-acara yang tergolong besar, ya bisa dikatakan aula.
Ada sambutan menarik yang membuat mataku terfokus pada
panggung. Rupanya, dua pegawai kantorku dan dua pegawai kantor sebelah
berkolaborasi membawakan tari piring lengkap dengan kostum anggunnya. Gemulai
sekali, bagaikan penari yang sudah memiliki jam terbang tinggi. Selain itu, ada
beberapa pegawai yang menggunakan pakaian daerah beserta dengan dandannya yang menawan.
“Good job,” batinku.
Panitia membagi semua peserta ke dalam beberapa
kelompok. Aku bersama dengan lima pegawai lainnya bergabung dalam kelompok tiga.
Setiap kelompok akan memainkan tiga perlombaan secara berantai. Dimulai dari balap
kelereng, balap karung, dan makan kerupuk. Nah,
aku mendapatkan bagian untuk lomba makan kerupuk. Aku pesimis kalah. Karena
saingannya bapak-bapak yang sekali makan sudah bisa menghabiskan setengah
kerupuk hehe.
Selain ketiga lomba tersebut, ada lomba memasak antara
kantorku dengan kantor sebelah. Seru pokoknya. Selama perlombaan memasak
berlangsung, ada juga senam bersama dengan iringan lagu poco-poco, makarena, zumba, dan banyak lagi. Pada hari sebelumnya
ada juga lomba catur dan bulutangkis.
Kelompokku dapat hadiah juga. Satu kardus teh botoh
dan dua kardus coklat. Semuanya, baik yang kalah maupun menang atas perlombaan
berantai tetap mendapatkan hadiah kok hehe.
Alhamdulillah.
PKL MINGGU KETIGA
Karena Mas Adhan ada Surat Tugas, akhirnya kami masih bertugas di seksi yang sama. Berarti minggu keduaku di PDI. Aku pribadi tidak keberatan dengan keputusan ini. Senang rasanya. Karena memang pegawai di PDI semuanya suka bercanda. Seru. Asyik. Santai. Apalagi Mas Dauf. Setiap kata yang keluar dari mulutnya pasti mengundang tawa buat aku dan yang lain.
Pernah kami saling berbagi cerita. Mendengarkan satu
sama lain. Tentang apa pun itu. Bersama Pak Irin, Pak Sakti, Mas Dauf, dan Mba
Astri. Sambil menikmati kerupuk pasir, oleh-oleh khas daerah Cilacap, buah
tangan dari Mas Dauf yang baru saja kembali dari kampung halaman. Ada juga
coklat, oleh-oleh dari Pak Sakti, yang kemarin baru saja cuti. Ada lagi, kue
lapis, oleh-oleh dari Astri, yang izin pulang ke rumah beberapa hari. Dan Pak
Irin tidak mau kalah, beliau juga membawakan keripik pedas. Banyak sekali cemilan
minggu ini. Semakin cinta deh sama PDI.
--Morning Activity--
Kegiatan ini dilakukan secara rutin. Diawali dengan
kata sambutan dari Kepala Kantor. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan janji
pegawai DJP. Setelah itu acara inti dimulai. Namun ada sesuatu yang berbeda
dari kegiatan ini. Setelah acara berakhir, ada acara perpisahan untuk Mas Angga
dan Mas Alsen. Mereka lolos seleksi dan melanjutkan D3 Khusus di PKN STAN. Kami
berlima mempersembahkan lagu monokrom dari Tulus untuk Mas Angga dan Mas Alsen.
Doa-doa terbaik kami untukmu Mas. Sehat-sehat. Lancar kuliah. Sukses selalu.
Aku ingat. Setiap hari Kamis pukul 11.30 sampai dengan
14.00 aku menjadi petugas layanan di lantai satu. Tugasnya sederhana. Kalau ada
wajib pajak yang datang, aku beri senyum dulu. Lalu aku beri salam. Aku
tanyakan apa keperluannya. Kemudian aku arahkan untuk mengambil nomor antrean. Selanjutnya
mempersilahkannya menuju TPT atau helpdesk.
Tapi sejujurnya, aku lebih banyak duduk daripada melayani wajib pajak. Karena
selama aku jadi petugas pelayanan, hanya ada satu wajib pajak yang datang,
bahkan terkadang tidak ada sama sekali.
Suatu siang yang terik setelah sholat Dhuhur, aku, Astri,
dan Mas Dauf tiba-tiba menginginkan sesuatu yang bisa menyegarkan kerongkongan.
“Ice cream yuk mas!,” tawarku ke Mas Dauf.
Mas Dauf dan Astri mengangguk setuju. Bergegaslah kami
bertiga keluar kantor. Jalan kaki. Beli makan siang dulu di gang samping
kantor. Lanjut beli ice cream di gang paling ujung. Ehhh.. tokonya tutup. Belum
menyerah. Kita menyusuri setiap gang yang ada. Namun, memang tidak ada lagi
yang berjualan ice cream. Alhasil, kita pun beli jus buah. Dan gratis rupanya. Makan
siang kali ini disponsori oleh Mas Dauf. Hihihi makasih ya mas.
Tunggu. Tunggu. Aku lupa bercerita. Kalau di kantor
ini, kebetulan ada anak SMK yang sama-sama PKL seperti aku. Bedanya mereka PKL
selama tiga bulan. Sedangkan aku hanya satu bulan. Sadam namanya. Aku baru mengenalnya
di minggu ketiga PKL. Karena dia baru saja dipindahtugaskan ke seksi PDI. Tempat
duduknya bersebelahan denganku. Hitung-hitung ada teman yang membantu untuk
merekam SPT. Syukur deh.
PKL MINGGU
KEEMPAT
Pada minggu terakhir, aku masih di seksi yang sama. Perasaanku
mulai bercampur aduk. Kadang senang kadang sedih. Senangnya, sebentar lagi bisa
kembali ke pelukan orang tua. Sedihnya, harus berpisah dengan semua pegawai di
kantor tercinta.
Oh iya, minggu ini ada pengumuman mutasi untuk pegawai
DJP seluruh Indonesia. Pak Irin adalah salah satunya. Beliau dipindahtugaskan
ke kantor baru yang hanya memakan waktu lima belas menit dari rumahnya.
Formasi PDI lengkap, termasuk aku dan Sadam. Kami berdua
diajak makan keluar kantor untuk acara perpisahan dengan Pak Irin. Untungnya
aku belum makan siang. Kalau sudah,
pasti aku akan menolak. Aku memesan sirloin
steak dan milkshake. Enak. Gratis. Alhamdulillah.
Pada minggu ini, kami Pancagati lebih berfokus pada
revisi laporan PKL yang telah kami buat untuk kemudian dipresentasikan di depan
dosen pembimbing. Ternyata banyak sekali yang harus diperbaiki. Tapi hal
tersebut tidak menjadi masalah. Justru kami banyak belajar dari hal-hal kecil.
Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Tuti, selaku dosen pembimbing kami, yang
dengan sabar dan tulus hati membantu kami menyelesaikan tugas ini.
Hari Jumat. Hari terakhir PKL. Setelah rapat selesai.
Kami berlima tiba-tiba dipanggil untuk berdiri di hadapan semua pegawai kantor.
Deg-degan pasti. Pikiran sudah bercampur aduk. Mau diapakan kami ini.
Tetapi ternyata, kami hanya disuruh untuk memberikan
pesan dan kesan selama melaksanakan PKL di kantor. Satu per satu. Dan ini
giliranku. Aku yang terakhir.
“Perkenalkan Bapak Ibu dan Kakak semua, saya Tanti.
Minggu pertama, saya bertugas di seksi Waskon IV. Minggu kedua, ketiga, dan
keempat bertugas di seksi PDI. Alhamdulillah, senang sekali bisa berjumpa
dengan Bapak, Ibu, dan Kakak semua di sini. Kantor ini seperti rumah bagi saya.
Hangat sekali. Semuanya baik-baik. Semunya berkesan bagi saya. Kalau saya
mengalami kesulitan, Bapak Ibu dan Kakak sangat responsif. Membantu dengan
setulus hati. Menjelaskan dengan sabar. Saya belajar banyak dari semua pegawai
di kantor ini. Dari rasa simpati dan empati yang tinggi, kesabaran, ketulusan,
dan kemurahan hati. Tanpa rasa simpati dan empati, kita akan menjadi orang yang
apatis dan narsistik. Padahal keduanya tidak sejalan dengan nilai-nilai
kementerian keuangan. Terima kasih sudah membantu saya. Berbagi cerita dengan
saya. Saya minta maaf atas semua kesalahan dan kekhilafan saya,” jelasku dengan
sesekali menarik napas panjang, mencegahku untuk menangis.
“Teruntuk Pak Baiq, saya ucapkan terima kasih atas...,”
sambungku.
Aku terhenti. Karena ada suara gemuruh tawa dan tepuk
tangan. Nampaknya, para pegawai tahu apa yang aku maksut. Iya, aku akan bilang
terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Pak Baiq. Sesuai dengan namanya. Baiq.
Memang beliau ini benar-benar baik. Pak Baiq adalah idola terfavoritku di
kantor ini. Aku banyak belajar dari beliau. Sabar. Tulus. Rendah hati. Suka
memberi. Aku pun pernah dibelikan sarapan. Bubur ayam di pinggir jalan dekat
kantor. Di sore hari, aku dan teman-teman dibelikan pecel lele. “Nikmat mana
yang kamu dustakan?” tanyaku dalam hati.
Setelah itu ditutup dengan pemberian kenang-kenangan.
Surprise! Banyak sekali hadiahnya. Ada boneka beruang. Jam. Album foto. Buku.
Tas. Botol minum. Alat tulis. Bantal. Dan makanan.
Aku dapat belajar makna berbagi dari kantor ini.
Sesuai dengan hadist Rasulullah, “Sesungguhnya tidak akan berkurang harta yang
disedahkan, kecuali bertambah dan bertambah.” (H.R. Tirmidzi)
Ya, aku harus jadi orang yang dermawan. Aku harus
percaya bahwa berbagi tidak akan membuat diri ini menjadi miskin. Lebih dari
itu. Allah akan menambah nikmat kita. Jangan menunggu kaya dulu baru
bersedekah. Tetapi bersedekahlah, niscaya kamu akan kaya.
Alhamdulillahirobbil’alaamiin. Inilah yang dinamakan
hikmah. Hikmah baru akan dirasakan setelah kita berjuang. Kami bisa berada di
kantor ini, setelah mengalami penolakan dan pelemparan lima kali. Di saat
teman-teman yang lain tenang dengan UASnya, di minggu terakhir UAS kami mendapatkan
berita bahwa kantor yang akan kami tuju menolak surat PKL kami. Padahal jarak
waktu antara berakhirnya UAS dan dimulainya PKL hanya beberapa hari saja.
Tentu saja aku khawatir. Aku tanya kesana kemari. Memastikan
kembali di mana aku harus melaksanakan PKL. Belajarku sedikit terganggu. Tapi,
aku ucapkan terima kasih kepada Ravi, koordinator PKL, yang sudah membantu
menyelesaikan masalah ini. Yang telah aku repotkan setiap hari. Dia baik sekali.
Sabar sekali. Terima kasih.
FEEL FREE TO ASK ME ANYTHING. SEND A MESSAGE TO MY INSTAGRAM @arihatanti OR MY FACEBOOK @Ari Hatanti :)