MATA
KULIAH
ETIKA
DAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
Kasus
Tindak Pidana Korupsi: Dhana Widyatmika
Kelompok 5:
1. Amalia Rahmah (04
/ 2-51)
2. Ari Hatanti (06
/ 2-51)
3. Marlika Firmanda B (22
/ 2-51)
4. Nurazis Ruvi K (26
/ 2-51)
5. Vial Aldi (36
/ 2-51)
6. Vidha Kusuma P (37
/ 2-51)
Politeknik Keuangan
Negara STAN
2017-2018
1.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Korupsi dari bahasa latin: corruption dari kata kerja corrumpere
yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, atau menyogok. Secara
harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercayakan kepada mereka.1 Secara harfiah korupsi merupakan
sesuatu yang busuk, jahat dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang
akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral,
sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah,
penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan
politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan
jabatannya.2
Tindak Pidana Korupsi di Indonesia telah berkembang
dalam 3 (tiga) tahap, yaitu elitis, endemic, dan sistematik: pada tahap elitis,
korupsi masih menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan para
elit/pejabat. Pada tahap endemic, korupsi mewabah mengjakau lapisan masyarakat
luas. Lalu ditahap yang kritis, ketika korupsi menjadi sistemik, setiap
individu di dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa. Penyakit korupsi di
Indonesia ini telah sampai pada tahap sistematik. Perbuatan tindak pidana
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat,
sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan
biasa (ordinary-crimes). Dalam upaya
pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut dengan
cara yang luar biasa (extra-ordinary
enforcement).3
3
e-journal.uajy.ac.id/175/2/1HK09701.pdf 17/03/2018. 13:04
Saat ini Indonesia sedang dihadapkan
dengan masalah serius dan merupakan persoalan hukum di setiap negara di dunia,
yaitu tindak pidana korupsi. Menurut transparency.org
(23/2/2018) Indonesia adalah negara paling korup yang menduduki peringkat ke-37
se-Asia Pasifik dan peringkat ke-96 sedunia.4 Keseriusan pemerintah
dalam menanggulangi tindak pidana korupsi yaitu dengan membentuk Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Akhir-akhir ini korupsi telah mewabah mulai dari
kalangan lembaga pemerintahan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan juga
terjadi pada penegak hukum. Pada tahun 2012, sebutan The Next Gayus Tambunan telah hadir di setiap telinga masyarakat
Indonesia. Ia adalah Dhana Widyatmika, seorang
mantan PNS Ditjen Pajak, yang menjadi tersangka kasus korupsi dan telah
ditetapkan bersalah oleh kejaksaan agung.
Dhana merupakan PNS golongan III/c
dengan pangkat penata. Mantan pegawai DJP ini dituntut hukuman 12 tahun penjara
untuk tiga perbuatan pidana oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung. Selain
hukuman penjara, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga menjatuhi
hukuman untuk membayar denda Rp 1 miliar dan subsider kurungan enam
bulan.
Dhana terbukti melakukan tiga
perbuatan pidana. Pertama, tindak pidana korupsi dengan menerima gratifikasi
berupa uang senilai Rp 2,75 miliar. Kedua, ia terbukti melakukan tindakan
korupsi yang merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar. Ketiga, ia terbukti
melakukan tindak pidana pencucian uang. Dhana menerima sejumlah uang dari
tindak pidana korupsi yang selanjutnya secara bertahap ia transaksikan dengan
maksud untuk menyembunyikan asal-usul hartanya.
4 transparency.org 23/2/2018 pukul
13.54
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, maka penulis mengambil beberapa rumusan masalah
sebagai berikut.
a.
Bagaimana konstruksi kasus tindak pidana
yang dilakukan oleh Dhana Widyatmika?
b.
Modus apa yang digunakan Dhana Widyatmika
dalam menjalankan aksinya?
c.
Masalah apa saja yang dilanggar oleh Dhana
Widyatmika?
d.
Bagaimana ancaman dan hukuman yang
diberikan kepada Dhana Widyatmika?
e.
Apa saja solusi yang tepat untuk
menghindari kasus korupsi terjadi lagi?
1.3. Tujuan
Makalah
Tujuan penulis dalam
membuat makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Menjelaskan
dan mengetahui konstruksi kasus tindak pidana yang dilakukan oleh Dhana
Widyatmika.
b. Menjelaskan
modus yang digunakan Dhana Widyatmika dalam menjalankan aksinya.
c. Menjelaskan
masalah-masalah yang dilanggar oleh Dhana Widyatmika, siapa saja yang terlibat,
dan kapan kejadian-kejadian tersebut terjadi.
d. Menjelaskan
ancaman dan hukuman yang diberikan kepada Dhana Widyatmika.
e. Menguraikan
solusi yang tepat agar korupsi tidak lagi terjadi.
2.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1. Konstruksi
Kasus Korupsi Dhana
Menurut Pasal 1 UU Nomor 16 tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pada pengertian di atas dapat ditarik sebuah
pernyataan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang jika
diartikan secara realistis bahwasanya pajak itu merupakan kewajiban yang tidak
bisa dihindari oleh siapapun yang menurut UU secara subjektif mampu membayar
pajak. Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJB)
sebagai pioneer terdepan dalam penerimaan
perpajakan diharapkan mampu memungut pajak secara adil dan bijaksana sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam dunia perpajakan, prinsip dasar dari
Pemerintah/Negara/DJP adalah untuk memungut pajak sebesar-besarnya dari wajib
pajak sehingga penerimaan negara tercapai dan pembangunan dapat dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Di lain sisi, prinsip dasar di dalam dunia bisnis adalah
untuk membayar pajak sekecil-kecilnya dengan menggunakan berbagai cara, baik
yang legal yaitu Penghindaran Pajak (Tax
Avoidance) ataupun dengan cara illegal yang disebut Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Pajak berperan sebagai
pengurang laba dari suatu perusahaan, sedangkan perusahaan sudah tentu memiliki
keinginan untuk meraup laba sebesar-besarnya. Kedua cara di atas memiliki
perbedaan yang jika diuraikan sebagai berikut.
Menurut Arnold dan Mcintyre (1995), Penghindaran Pajak
(Tax Avoidance) merupakan upaya
penghindaran atau penghematan pajak yang masih dalam kerangka memenuhi
ketentuan perundangan (lawful fashion).
Sehingga tidak menimbulkan konsekuensi apapun.
Adapun pengertian penggelapan/ penyelundupan
pajak (Tax Evasion) menurut Ernest R. Mortenson dalam bukunya Perpajakan Konsep Teori dan Isu adalah usaha yang tidak dapat dibenarkan
berkenaan dengan kegiatan wajib pajak untuk lari atau menghindarkan diri dari
pengenaan pajak.
Kasus-kasus korupsi yang
terjadi di Indonesia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh hal-hal seperti di
atas, setiap perusahaan pasti menempuh banyak cara untuk membayar pajak
sekecil-kecilnya dimulai dari tax
management, tax planning, tax implementation, dan tax control. Tindak pidana korupsi yang dilakukan pegawai pajak
merupakan akibat dari salah satu bentuk tindak penggelapan pajak oleh
perusahaan. Di Indonesia, khususnya di Kementerian Keuangan, meskipun telah
dilakukan berbagai macam bentuk reformasi birokrasi dan peningkatan
kesejahteraan pegawai, masih tetap saja ditemukan berbagai bentuk tindak
korupsi.
Menurut Black Law’s
Dictionary dan worldbank.org dalam tulisannya “Legal Corruption” Korupsi memiliki pengertian sebagai berikut: “Corruption is a form of dishonest or
unethical conduct by a person entrusted with a position of authority, often to
acquire personal benefit. Corruption may include many activities
including bribery and embezzlement, though it
may also involve practices that are legal in many countries.”
Dalam pengertian tersebut
dikatakan bahwa korupsi dapat berbentuk penyuapan (bribery) dan penggelapan (embezzlement),
hal tersebut biasa kita temukan di dalam suatu kasus tindak pidana korupsi oleh
pegawai DJP. Setiap kasus yang ditemukan di lingkungan DJP adalah kasus terkait
penghapusan pajak dengan suap-menyuap. Setiap orang pasti akan tergoda dengan
nominal tertentu yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dan perusahaan pun akan
untung dengan tidak membayar pajak yang jauh lebih besar nominalnya. Kondisi
sama-sama untung inilah yang menyebabkan maraknya tindak korupsi di DJP.
Pemerintah sudah berupaya sebaik mungkin untuk menghapuskan korupsi yang hingga
sekarang exist dan terjadi di
mana-mana, tapi tetap saja semua kembali ke setiap individunya, upaya terbaik
yang dapat dilakukan adalah pembinaan yang tepat dan penanaman nilai-nilai
nasionalis dan normatif yang mampu membangun manusia berintegritas.
Oleh karena itu, dalam
makalah ini, kami sebagai penulis akan membahas secara mendetail salah satu
tindak pidana korupsi dengan nilai fenomenal yang dilakukan oleh Dhana
Widyatmika yang merupakan seorang pegawai DJP.
2.2. Modus
Korupsi Dhana Widyatmika
Pajak
adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan
(wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Mengingat
pajak adalah beban –yang akan mengurangi laba bersih perusahaan- maka
perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin
dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus
dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di
kemudian hari. Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak.
Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku.
Pemerintahan dinilai terlalu
menyederhanakan kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus HP Tambunan. Akibatnya,
pengungkapan kasusnya tidak tuntas dan penegakan hukumnya juga tidak maksimal.
Oleh sebab itu, tak heran jika di saat kasus Gayus masih ditangani, muncul lagi
kasus Dhana Widyatmika. Dhana adalah PNS di Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan, yang punya uang puluhan miliar di rekeningnya. membiarkan
mafia pajak terus merajalela sudah melahirkan kesimpulan bahwa pemerintahan ini
tidak serius memberantas korupsi.
Pencurian pajak dalam jumlah
miliaran rupiah tidak mungkin berani dilakukan seorang petugas eselon rendah
seperti Dhana. Tak mungkin pula atasannya tidak tahu penggelapan nilai pajak
yang dilakukan bawahannya itu. Jadi, memang ada oknum pemerintah yang diuntungkan
dari pembiaran terhadap eksistensi mafia pajak. Maka itu masih banyak lagi
oknum-oknum yang terlibat dalam kasus-kasus penggelapan pajak lainnya yang
masih belum terungkapkan.
Dalam kasus Dhana, lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara tahun 1996 ini
menggunakan jaringan Gayus Halomoan Tambunan. Dhana dan Gayus diduga saling
mengenal dalam penanganan kasus pajak PT Surya Alam Tunggal, perusahaan
perikanan di Sidoarjo, Jawa Timur, medio 2007. Di sana, Dhana menjadi
penghubung PT SAT ke Gayus yang merupakan penelaah keberatan dan banding.
Dhana juga kenal dengan atasan Gayus, Bambang Heru Ismiarso. Si bos juga
pernah menjadi membawahi Dhana waktu keduanya bertugas di Kantor Pelayanan
Pajak Tanah Abang.
Kata
penyidik, jejaring Dhana ke Gayus semakin kuat setelah istrinya, Dian
Anggraeni, masuk pada 2008 ke direktorat yang sama dengan Gayus. Jabatan Dian
di golongan III-C lebih tinggi daripada Gayus yang hanya golongan III-A.
2.3. Masalah
yang Dilanggar oleh Dhana
Masalah yang dilanggar oleh Dhana Widyatmika adalah sebagai berikut. Pertama,
pada tanggal 11 Januari 2006 Dhana menerima hadiah atau janji karena
kekuasaannya terkait dengan kasus penyelesaian pajak kurang bayar PT Mutiara
Virgo tahun pajak 2003 dan tahun pajak 2004 berupa uang sejumlah Rp3,4 miliar
dari Herly Isdiharsono yang ditransfer ke rekening Bank Mandiri. Penerimaan
tersebut terkait dengan pengurangan kewajiban membayar pajak PT Mutiara Virgo
yang hanya membayar Rp30 miliar dari nilai Rp128 miliar yang seharusnya.
Sebanyak Rp 1,4 miliar dari uang yang di
terima digunakan untuk membeli rumah atas nama Herly Isdiharsono, sedangkan
sisanya, digunakan untuk kepentingan pribadi. Menurut jaksa, penerimaan uang 3,4
miliar itu berkaitan dengan penerimaan melawan hukum, yaitu mengurangi kewajiban
pajak PT Mutiara Virgo.
Kemudian,
sebanyak Rp1,4 miliar dari uang tersebut digunakan Dhana untuk membayar rumah
atas nama Herly Isdiharsono. Sedangkan sisanya, Rp2 miliar, dipakai untuk
kepentingan pribadi Dhana. Adapun Herly ikut ditetapkan sebagai tersangka kasus
ini. Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar
Rp30 miliar dari nilai Rp128 miliar yang seharusnya. Adapun total uang yang
dikucurkan PT Mutiara Virgo melalui direkturnya, Jhonny Basuki, ke para pegawai
pajak tersebut mencapai Rp20,8 miliar. Kejaksaan Agung pun menetapkan Jhonny
sebagai tersangka kasus ini.
Kemudian,
pada 10 Oktober 2007, Dhana kembali menerima uang gratifikasi senilai Rp750
juta dari pencairan cek perjalanan di Bank Mandiri Cabang Nindya Karya.
Kedua, Dhana
terbukti melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara senilai Rp1,2 miliar.
Dhana terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum
untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara.
Menurut tim
JPU Kejaksaan Agung, Dhana bersama-sama dengan Salman Magfiron sengaja
menggunakan data eksternal sebagai dasar perhitungan pajak PT Kornet Trans
Utama, sehingga pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut menjadi lebih
tinggi. Dhana dan Salman pun mengadakan pertemuan dengan Direktur PT Kornet
Trans Utama, Lee Jung Ho atau Mr Leo, yang intinya menawarkan bantuan untuk
mengurangi nilai pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut dengan meminta
imbalan Rp 1 miliar. Namun, permintaan imbalan tersebut diacuhkan PT Kornet.
Perusahaan itu kemudian mengajukan keberatan melalui Pengadilan Pajak yang
hasilnya memenangkan PT Kornet. Atas kemenangan perusahaan tersebut, Dhana
dianggap merugikan negara Rp 1,2 miliar.
Ketiga,
terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Menurut jaksa, Dhana menerima
uang dari tindak pidana korupsi yang selanjutnya secara bertahap ditransaksikan
dengan maksud untuk menyembunyikan asal-usul hartanya. Hal tersebut, kata
Jaksa, dilakukan Dhana dengan sejumlah cara.
Cara
pertama, dengan transaksi perbankan secara bertahap. Dhana memasukkan uang yang
dimilikinya ke berbagai rekening, di antaranya, Bank CIMB Niaga Cabang Jakarta
sekitar Rp4 miliar, Bank HSBC Cabang Jakarta Kelapa Gading sekitar Rp2,6 miliar,
Bank Standard Chartered sekitar 271.000 dollar AS, Bank Mandiri Cabang Imam
Bonjol Rp474.000, CIMB Niaga Jakarta Sudirman sebesar Rp 54 juta dan Rp30.000
dollar AS, kemudian Bank BCA Cabang Kalimalang sekitar Rp4,1 miliar.
Cara kedua,
dengan membelanjakan uang yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi
tersebut untuk membeli logam mulia seberat 1100 gram yang kemudian disimpan
dalam safe deposite box Bank Mandiri
Cabang Mandiri Plaza, Jakarta.
Cara ketiga,
membelanjakan uangnya untuk membeli tanah dan properti. Keempat, menyembunyikan
uang dalam beberapa mata uang asing. Kelima, membeli barang-barang berharga.
Keenam, membeli kendaraan bermotor uang disembunyikan dengan cara seolah-olah
sebagai barang dagangan PT Mitra Modern Mobilindo88, menginvestasikan hartanya
pada bidang properti.
2.4. Ancaman
dan Hukuman yang Dijatuhkan kepada Dhana
2.4.1. Ancaman
yang Diberikan
a.
Kasus Gratifikasi
Dhana Widyatmika
menerima gratifikasi sebesar Rp2,75 miliar.
Atas kasus ini Dhana diancam dengan dakwaan primer hukuman pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Ancaman tersebut sesuai Pasal 12 B
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu Dhana
juga menerima dakwaan subside yaitu pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan
atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sesuai Pasal
11 pada UU yang sama.
b. Kasus
Korupsi
Dhana terbukti
melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara senilai Rp1,2 miliar. Dalam
kasus ini Dhana dijatuhi dakwaan primer memuat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan hukuman pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Subsider, memuat
Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor dengan ancaman pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
c. Kasus
Pencucian Uang
Dhana juga
terbukti melakukan pencucian uang dan dikenakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8
Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan
ancaman pidana penjara paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
2.4.2. Hukuman
yang Dijatuhkan
Atas seluruh
dakwaan tersebut Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman
tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan bagi
Dhana Widyatmika. Putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang meminta
hakim menjatuhkan vonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider
enam bulan kurungan.
Tidak puas dengan
putusan hakim tersebut, Dhana mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Namun,
PT memberikan putusan dengan memperberat hukumannya, dari tujuh tahun menjadi
menjadi sepuluh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan
penjara. Putusan PT tersebut masih lebih rendah dari tuntutan jaksa sebelumnya.
Masih
belum puas dengan putusan banding, Dhana mengajukan kasasi. Putusan kasasi
tersebut membuat hukuman yang diterima Dhana diperberat menjadi 13 tahun
penjara atau setahun di atas tuntutan jaksa penuntut.
Atas
vonis itu, Dhana mengajukan PK. Di pengujung 2016, MA mengabulkan permohonan PK
tersebut. vonis PK itu membatalkan putusan kasasi dan mengembalikan kepada
putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Majelis PK meyakini Pasal 2 UU Tipikor
tidak terbukti. Vonis PK itu diketuk
palu pada 15 Desember 2016.
Akhirnya atas
seluruh perbuatannya Dhana menerima hukuman sepuluh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan
penjara.
2.5. Solusi
untuk Menyelesaikan Kasus Korupsi di Indonesia
Setelah menjelaskan kasus tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh Dhana Widyatmika, ada beberapa solusi yang dapat
digunakan sebagai upaya tindakan preventif agar kasus serupa tidak terulang
lagi.
1. Mewajibkan
sertifikat pelatihan antikorupsi untuk syarat mencari kerja
Ini adalah salah satu peran
pemerintah dalam menciptakan program untuk mencegah korupsi yang mungkin dapat
diterapkan pemerintah Indonesia. Pemerintah dapat mewajibkan seluruh perusahaan
atau usaha-usaha di Indonesia baik swasta maupun nonswasta untuk menambahkan
sertifikat pelatihan antikorupsi pada syarat wajib administrasi dalam melamar
pekerjaan. Pelatihan ini tidak hanya sekedar pelatihan atau pembekalan biasa
namun pelatihan yang bernuansa nasionalis dan religius, bisa dengan
mendatangkan pemuka agama. Sehingga peserta tidak hanya paham tentang
pendidikan antikorupsi namun jika terisi kerohaniannya untuk membentengi diri.
2. Membiasakan
hidup sederhana dan produktif, jangan menjadi boros dan serakah dalam hal
konsumtif
Hidup mewah adalah salah satu
keinginan manusia. Tapi keinginan ini sebagian besar lebih banyak membawa
ketidakbaikan pada manusia. Karena keinginan tersebut tidak ada ujungnya
sehingga membuat manusia tidak pernah puas. Akibatnya setiap ada kesempatan
untuk mengisi hasrat kemewahan pasti orang tersebut akan korupsi.
3.
Memberi solusi positif pada teman dekat
atau teman satu kerja di saat keadaan keuangannya mendesak dan merahasiakan
cara korupsi yang aman padanya jika menemukan alur korupsi tersebut
Beri solusi positif saat teman kerja
selalu mengeluh dengan kecilnya gaji. Arahkan ia dengan solusi yang baik
seperti membuka usaha. Jangan menganggap korupsi adalah hal sepele dan sudah
menjadi kebiasaan karena akan berlanjut sampai ke level tak terhingga.
4.
Jadilah pemimpin yang selalu memberi
Jangan menjadi pemimpin yang pelit
karena akan menjurus ke sifat serakah yang cenderung korupsi karena ingin
memperkaya diri sendiri.
5.
Jangan ciptakan rasa malu pada mereka yang
kehidupannya di bawah rata-rata. Hargai materinya meskipun terlihat sederhana. Di
saat telah mati-matian bekerja secara jujur namun kehidupan tetap tidak berubah
maka pujian pantas kita berikan atas perjuangannya. Jangan meredahkan atau
mengejek dan tidak ingin berteman dengan orang yang mungkin kurang berada.
Karena jika melakukan demikian orang akan berpikir licik untuk mendapat harta
secara cepat agar dapat lepas dari rasa malu. Jalan korupsi atau sogokan dapat
mempengaruhinya.
6.
Jangan banyak permintaan kepada suami atau
kepada yang mencari nafkah
Hal tersebut sering menjadi faktor terbesar
kasus korupsi karena suami selalu diprotes oleh istri sehingga suami terdorong
untuk korupsi agar membahagiakan istri.
7.
Harus tega terhadap kolusi dan nepotisme
Seperti kata orang-orang, jika tidak
ada kolusi dan nepotisme maka korupsi tidak akan terjadi. Maka jadilah pemimpin
yang bijak dan profesional pada saat memegang kekuasaan. Tegas dan tidak
pandang bulu. Dengan melihat ketegasan tersebut, orang-orang yang ingin
melakukan kolusi dan nepotisme terhadap diri kita akan berpikir seribu kali
sebelum beraksi.
8.
Menciptakan LSM resmi
Kita tahu salah satu yang membuat
masyarakat berat untuk melaporkan praktik korupsi adalah persidangan. Menjadi
pelapor tidak hanya sekedar melapor, setelah itu menyerahkan kasusnya kepada
pihak yang berwajib lalu bisa pergi begitu saja. Tidak segampang melaporkan
anak yang ketahuan mencuri kepada orang tuanya. Masyarakat sedikit takut jika
tersangka korupsi yang dilaporkannya memiliki kekuasaan dan menuntut banding
kepada pelapor atas pencemaran nama baik. Sedangkan masyarakat tidak memiliki
apa-apa untuk membela diri kecuali mulut yang berucap dan mata yang melihat.
Hal inilah yang membuat masyarakat menjadi enggan, malas bahkan cuek terhadap
praktik korupsi di sekelilingnya. Dengan adanya LSM yang sah, maka dapat
membantu pelapor khususnya pelapor yang hanya masyarakat biasa. Tentunya LSM
yang sah memiliki pengacara dan kuat melawan secara hukum. Sekurang-kurangnya
LSM mampu membongkar, menuntut, dan mendesak penguasa yang terkesan melindungi
para pelaku korupsi.
9.
Jangan tinggalkan rasa syukur saat
mendapatkan rezeki halal, karena melimpahnya uang haram dari hasil korupsi
tidak akan membuat kaya sampai tujuh generasi. Hilangnya rasa syukur akan
membuat kita gelisah saat rezeki yang diberikan terasa pas-pasan. Rasa gelisah
ini akan mendorong ide-ide untuk mendapatkan uang lebih banyak lagi.
10. Mendidik
anak untuk terbiasa jujur
Menanamkan pendidikan sejak dini
perlu dilakukan karena pada usia anak-anak pelajaran mudah diserap dan diingat
sehingga bisa menimbulkan kebiasaan baik saat dewasa.
11. Selalu
mengingat resiko, bahwa hukuman Tuhan tidak hanya terjadi di akhirat tetapi
juga di kehidupan nyata
Jika tidak takut dengan dosa, kita
juga harus ingat Tuhan bisa mengingatkan dengan cara apapun. Lewat bencana
misalnya.
12. Mengajak
orang-orang di lingkungan sekitar untuk melakukan pembayaran atau transaksi nontunai
Pemerintah dan lembaga keuangan telah
menerapkan sistem transaksi nontunai. Meskipun di Indonesia belum sepenuhnya
merata dalam bertransaksi nontunai namun cara ini bisa diterapkan oleh pihak
pemerintah khususnya di bagian lembaga keuangan. Dengan begitu, setiap tranksaksi
yang dilakukan akan tercatat dan terlihat jelas, khususnya transaksi dalam
jumlah besar. Ini salah satu bentuk transparansi yang perlu dikenalkan kepada
masyarakat.
13. Tingkatkan
keimanan
Walaupun terletak di poin terakhir,
tapi hal ini adalah yang terpenting. Jika tidak ada iman, maka sebelas hal
pencegah korupsi di atas tidak akan berjalan. Meningkatkan iman tidak hanya
selalu mengerjakan perintah yang wajib. Tapi juga memperbanyak mengerjakan
amalan sunnah dan memperluas wawasan keagamaan dengan menghadiri tabligh akbar,
pengajian, majelis ta’lim, atau majelis ilmu (bagi yang muslim). Buat yang nonmuslim
perbanyak bergaul dan berdiskusi dengan pemuka agama. Dengan mengerjakan itu
semua secara rutin, hati yang sudah biasa ditutup oleh dunia hitam maka
perlahan-lahan akan terbuka untuk melakukan kebaikan. Rasa ingin meningkatkan
iman dan selalu haus melakukan kebaikan itu akan muncul di hati. Jika telah
muncul, perbuatan jahat pun tidak akan mampu mempengaruhi hati, termasuk
korupsi.
3.
BAB
3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Korupsi adalah kasus yang paling banyak menyita
perhatian masyarakat seluruh dunia. Indonesia pun menjadi salah satu negara
paling korup di dunia. Salah satunya adalah kasus tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh seorang mantan pegawai pajak di Direktorat Jenderal Pajak, Dhana
Widyatmika, yang telah merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. Uang
yang seharusnya menjadi pendapatan negara yang akan digunakan dalam rangka
pembangunan nasional malah disalahgunakan oleh seorang alumni Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara (STAN). Hal tersebut dilakukan karena beberapa faktor seperti,
kurangnya tingkat keimanan, pola hidup yang konsumtif, dorongan dari keluarga
atau beberapa pihak yang terkait, dan tentunya kodrat manusia sebagai makhluk
yang tidak pernah puas. Tetapi hal tersebut dapat dicegah dengan menguatkan
pondasi keimanan dan selalu bersyukur atas apa yang telah diperoleh.
3.2. Saran
Beberapa upaya yang dapat kita lakukan untuk mencegah
korupsi antara lain, dengan mewajibkan sertifikat pelatihan antikorupsi untuk
syarat mencari kerja, dengan membiasakan hidup sederhana dan produktif, jangan
menjadi boros dan serakah dalam hal konsumtif, berilah solusi pada teman dekat
atau teman satu kerja di saat keadaan keuangannya mendesak dan merahasiakan
cara korupsi yang aman padanya jika menemukan alur korupsi tersebut, jadilah
pemimpin yang suka memberi, jangan pelit, jangan ciptakan rasa malu pada mereka
yang kehidupannya di bawah rata-rata, hargai materinya meskipun terlihat
sederhana, sebagai istri jangan banyak permintaan kepada suami, harus tega
terhadap kolusi dan nepotisme, menciptakan LSM resmi untuk membantu masyarakat
dalam proses pelaporan tindak pidana korupsi, selalu bersyukur, mendidik anak
untuk terbiasa jujur, selalu mengingat bahwa hukuman Tuhan tidak hanya terjadi
di akhirat tetapi juga di dunia, menggunakan pembayaran nontunai, dan yang
terpenting adalah meningkatkan dan memperkuat iman.
Titik-titik lemah di
unit-unit pajak harus diperkuat pengawasannya dan karena itu remunerasi harus
mampu mengukur berapa peningkatan moralitas dan produktifitas pegawai pajak.
Jika hal itu dijalankan dengan baik maka di masa depan kasus seperti ini tidak
akan terjadi lagi karena dengan terbangunnya sistem pengawasan itu dapat
dideteksi gejala penyimpangan dari awal (early
warning system).
4.
DAFTAR PUSTAKA
e-journal.uajy.ac.id/175/2/1HK09701.pdf
17/03/2018. 13:04
transparency.org
23/2/2018 pukul 13.54
https://akuindonesiana.wordpress.com/2012/03/07/dhana-widyatmika-punya-13-rekening-yang-tidak-dilaporkan-dan-modus-korupsi-yang-sama-dengan-bahasyim-assifie/